Ruang Hijau Taman Lapangan Banteng Bersejarah di Jakarta

Jakarta

Ketika keluarga saya tiba di Jakarta pada akhir tahun 2013, salah satu prioritas utama saya adalah mencari taman di dekat lingkungan baru kami di Kemang, Jakarta Selatan. Berasal dari daerah di Melbourne yang dikenal sebagai ‘the green wedge’, kami terbiasa memiliki akses mudah ke ruang hijau seperti taman dan semak belukar khas Australia. Oleh karena itu, mencari ruang terbuka di dekat tempat kami dapat meluruskan kaki, bersepeda, dan melempar bola menjadi prioritas utama saya.

Kalau dipikir-pikir lagi, kita menganggap remeh ruang untuk bermain di luar ruangan ketika kita tinggal di Melbourne, Victoria

Pencarian cepat di Google mengenai ‘ruang terbuka hijau’ di Jakarta tidak menghasilkan banyak hal, jadi saya memilih beberapa rekomendasi pertama: Taman Langsat dan Taman Ayodya di dekat Jakarta Selatan. Gambar-gambarnya tampak cukup menarik dan tampaknya ada banyak ruang untuk bermain.

Saya ingat hari itu semakin panas setiap detiknya sehingga kami cepat-cepat memasukkan berbagai bola, skuter, papan luncur, dan banyak air ke dalam mobil, lalu kami pun berangkat.

Setibanya di sana, kami memperhatikan dua hal: taman itu tidak begitu mirip dengan foto daring, dan karena musim hujan yang tertunda, kolam dan fitur air lain di dekatnya menjadi tergenang dan mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Tak mau terganggu, saya perintahkan anak-anak untuk “mencobanya!”. Matahari terus terik dan setelah sekitar satu jam, dengan satu bola hilang (tersangkut di saluran air yang tergenang), dan beberapa kali gagal menaiki set roda yang disebutkan tadi (karena jalan beraspal yang tidak rata), saya nyatakan kami sudah cukup bersenang-senang untuk satu hari. Kami mengemasi mobil dan menuju ke toko gelato terdekat (yang kebetulan berada di Alun-alun Darmawagnsa).

Hampir enam tahun kemudian dan kami telah menemukan banyak ruang hijau di Jakarta (dan sekitarnya) yang layak dikunjungi (lihat akhir posting untuk rekomendasi utama kami) .

Terlebih lagi, sejak hari yang penuh takdir ini, Taman Ayodya dan Taman Langsat telah menerima perubahan yang sangat menyeluruh dan sudah pasti layak untuk dikunjungi, baik saat hujan, hujan es, atau terik matahari 🙂

Dalam postingan ajb hari ini , kita akan menuju ke Taman Lapangan Banteng. Terletak di Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Taman Lapangan Banteng adalah taman yang penuh dengan sejarah. Taman ini juga terawat dengan sangat baik dan sangat cocok untuk mengendarai berbagai jenis roda dan bermain berbagai olahraga bola!

Struktur Taman Lapangan Banteng dan sekitarnya

Taman Lapangan Banten terbagi dua oleh monumen Pembebasan Irian Barat, ‘Monumen Patung Pembebasan Irian Jaya’.

Namun, Anda mungkin akan menghabiskan sebagian besar waktu di bagian selatan taman. Di sini Anda akan menemukan kolam besar dengan air mancur yang menyala, semuanya dikelilingi oleh amfiteater (ditambahkan selama renovasi pada tahun 2018). Di dekatnya terdapat area berumput dan taman serta area luas yang cocok untuk bermain skateboard, bersepeda, dll.

Taman Lapangan Banteng dikelilingi oleh banyak bangunan bersejarah dan penting termasuk Lapangan Merdeka (situs Monumen Nasional, MONAS), Katedral Katolik Jakarta, Masjid Agung Istiqlal Jakarta , Hotel Borobudur yang bersejarah, Kantor Pos Jakarta Pusat, gedung AA Maramis (yang merupakan saat ini merupakan kantor Kementerian Keuangan Indonesia) dan Pasar Baru yang didirikan pada tahun 1820.

Sejarah Taman Lapangan Banteng

Pada awal abad ke-19, kawasan yang sekarang dikenal sebagai Taman Lapangan Banteng mulai terbentuk. Di bawah kekuasaan Belanda, kawasan ini digunakan untuk keperluan militer dan pada saat itu, lapangan dibagi menjadi dua area: ‘Paradeplaats’ (Lapangan Parade) dan ‘Buffelsveld’ (Lapangan Kerbau).

Pada tahun 1828, alun-alun ini berganti nama menjadi ‘Waterlooplein’ (Lapangan Waterloo) untuk mengenang kekalahan Napoleon dalam pertempuran Waterloo. Nama tersebut tetap demikian hingga Revolusi dan Kemerdekaan Indonesia (1945-1949) dan setelah itu alun-alun ini berganti nama menjadi ‘Lapangan Banteng’ oleh Presiden pertama Sukarno.

Sukarno memilih nama ‘banteng’ (atau banteng/kerbau) karena melambangkan Republik yang baru merdeka, rakyat, dan Revolusi Indonesia.

Sekitar waktu yang sama, Sukarno membayangkan sebuah masjid nasional (Masjid Istiqlal) serta sebuah Hotel Nasional baru yang megah (Hotel Borobudur). Keduanya dibangun pada waktunya.

Arti Penting “Monumen Patung Pembebasan Irian Jaya ”

Aspek yang paling mencolok dari Taman Lapangan Banteng adalah Monumen Pembebasan Irian Barat di tengah taman. Patung di puncaknya terlihat dari jauh karena tingginya sekitar 50 meter.

Monumen ini dibangun atas perintah Sukarno pada tahun 1963 setelah sengketa Irian Barat di mana Indonesia menerima wilayah Irian Barat dari Belanda. Hasil ini menjadikan wilayah tersebut (sekarang dikenal sebagai Papua) menjadi provinsi ke-26 di Indonesia.

Patung perunggu di atas alas setinggi 36 meter itu menggambarkan seorang pria bertelanjang dada yang berusaha melepaskan diri dari belenggu kolonialisme. Lengannya diangkat ke langit. Wajahnya menunjukkan emosi yang kuat; dia tampak berteriak. Pemberontakan dan kemerdekaan adalah tema yang kuat.

Monumen modernis pasca perang ini dipahat oleh Tim Pematung Keluarga Area Yogyakarta, dipimpin oleh Edhi Sunarso (yang juga bertanggung jawab atas monumen ‘Selamat Datang’ yang terkenal di Jakarta).

Kegiatan dan acara di Taman Lapangan Banteng

Setiap bulan Agustus, Taman Lapangan Banteng menyelenggarakan ‘Flona Jakarta‘, sebuah pameran flora dan fauna. Acara ini semakin populer setiap tahunnya, menampilkan bunga, tanaman, dan hewan peliharaan.

Dari pertengahan Juni hingga pertengahan Juli, ‘Jakarta Fair’ tahunan diadakan di Taman Lapangan Banteng. Meskipun sebagian besar merupakan pameran dagang, acara yang berlangsung selama sebulan ini juga menampilkan seni dan hiburan termasuk pertunjukan oleh musisi lokal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *